Disiplin secara luas dapat diartikan sebagai semacam pengaruh yang dirancang untuk membantu anak agar mampu menghadapi tuntutan dari lingkungan. Disiplin tumbuh dari kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara kecenderungan dan keinginan individu untuk berbuat sesuatu yang dapat dan ingin diperoleh dari orang lain atau karena situasi kondisi tertentu, dengan pembatasan peraturan yang diperlukan oleh lingkungan.
Tujuan disiplin bukan untuk melarang kebebasan atau mengadakan penekanan, melainkan memberikan kebebasan dalam batas kemampuan anak. Sebaliknya, bila berbagai larangan itu amat ditekankan, maka anak akan merasa terancam dan frustrasi serta memberontak, bahkan akan mengalami rasa cemas yang menjadi suatu gejala yang kurang baik bagi pertumbuhan anak. Tanpa disiplin, tanpa mengetahui apa yang boleh dan yang tidak boleh, seorang anak pada umumnya tidak akan survival dalam hidupnya.
Ia akan berbuat semau gue tanpa peduli pada lingkungan di sekitarnya. Melalui peraturan dan disiplin maka anak akan terhindar dari konsekuensi bahaya yang berasal dari tindakannya pada saat tertentu. Peraturan juga akan menjadi pegangan dalam hidup seseorang.
Bagi anak disiplin bersifat arbitrair, yaitu suatu konformitas pada tuntutan eksternal, namun bila dilakukan dalam suasana emosional yang positif, maka akan menimbulkan keikhlasan dalam dirinya untuk berbuat sesuai peraturan, tanpa merasa dirinya takut atau terpaksa.
Dengan demikian tidak terjadi yang dinamakan “disiplin bangkai” (cadaveric discipline) yaitu kepatuhan yang ditaati karena takut dan merasa terpaksa. Disiplin membantu anak menyadari apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkan darinya, dan membantunya bagaimana mencapai apa yang diharapkan darinya tersebut.
Disiplin di sekolah seharusnya merupakan tata peraturan yang meningkatkan kehidupan mental yang sehat dan memberikan cukup kebebasan untuk berbuat secara bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang ada murid. Peraturan disiplin seperti ini akan menjadi kebiasaan-kebiasaan yang baik, bahkan akan berkembang menjadi disiplin diri (self discipline) bila peraturan itu dipegang secara konsisten (ajeg).
Sebaliknya, disiplin sekolah yang membatasi murid sehingga menimbulkan rasa takut dan cemas, akan memupuk pola emosional yang tidak sehat karena memperlakukan anak dengan cara-cara yang kurang tepat sehingga hasil belajar siswa nya juga tidak akan maksimal. (disadur dari buku “Penerapan Pembelajarn Pada Anak” oleh Conny R. Semiawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar